SYARAT TUMBUH
Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi, pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0-1000 m dpl. Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang berstruktur remah atau gembur, subur, banyak mengandung bahan organik, pH tanah antara 6-7. Kandungan air tanah juga perlu diperhatikan. Tanaman cabai yang dibudidayakan di sawah sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan, sedangkan di tegalan ditanam pada musim hujan.
TEKHNOLOGI BUDIDAYA
A. Persemaian
1. Untuk memperoleh bibit yang baik umumnya dilakukan penyemaian biji/benih di tempat persemaian, kemudian dilakukan penyapihan (pembumbungan) sebelum ditanam di lapangan.
2. Tempat persemaian berupa bedengan berukuran lebar 1 m, diberi naungan atap plastik transparan, dan atap menghadap ke timur. 3. Media persemaian terdiri dari campuran tanah halus dan pupuk kandang steril (1:1)
4. Sebelum disemai bibit direndam dalam air hangat (50oC) atau larutan Previcur N (1cc) selama 1 jam, untuk mempercepat perkecambahan dan menghilangkan hama/penyakit yang terbawa benih.
5. Benih disebar rata pada bedengan dan ditutupi tipis tanah halus, lalu ditutupi lagi dengan daun pisang atau karung basah
6. Setelah benih berkecambah (7-8 hari) tutup daun pisang atau karung dibuka.
7. Setelah membentuk 2 helai daun (12-14 hari) bibit dipindahkan ke dalam bumbungan dengan media yang sama (campuran tanah dan pupuk kandang). Bumbungan dapat mengurangi kerusakan akar bila dipindahkan ke lapangan.
8. Inokulasi cendawan mikoriza sebanyak 10 gr/pohon sangat bermanfaat, karena dapat mempercepat laju pertumbuhan dan kesehatan tanaman di persemaian, juga dapat meningkatkan daya hidup dan pertumbuhan tanaman di lapangan.
9. Penyiraman dilakukan secukupnya tidak terlalu basah atau kering.
10. Persemaian juga disiangi dengan cara mencabut gulma yang tumbuh.
11. Bibit yang tampak terserang hama atau penyakit dibuang dan dimusnahkan.
12. Sebelum dipindah ke lapangan dilakukan penguatan bibit dengan jalan membuka atap persemaian supaya bibit menerima langsung sinar matahari dan mengurangi penyiraman secara bertahap. Penguatan bibit dilakukan selama 7 hari.
13. Bibit siap ditanam setelah berumur 3-4 minggu dalam bumbungan. Bibit tersebut sudah membentuk 4-6 helai daun, dan tinggi 5-10 cm.
B. Penyiapan Lahan
1. Penyiapan lahan bertujuan untuk memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah dan menghilangkan gulma.
2. Pengolahan tanah berupa pembajakan/pencangkulan, pembersihan gulma, perataan permukaan tanah, dan pembuatan bedengan, guludan, garitan, lubang tanam,
3. Untuk lahan kering/tegalan: lahan diolah sedalam 30-40 cm sampai gembur, dibuat bedengan dengan lebar 1-1,2 m, tinggi 30 cm, jarak antar bedeng 30 cm. Dibuat garitangaritan atau lubang tanam dengan jarak tanam (50-60 cm) x (40-50 cm).
4. Untuk lahan sawah: lahan dibuat bedengan dengan lebar 1,5 m. Antara bedengan dibuat parit sedalam 50 cm dan lebar 50 cm. Tanah di atas bedengan diolah sampai gembur dan lubang tanam dibuat dengan jarak tanam 50 cm x 40 cm
C. Penanaman
a. Pemilihan waktu tanam yang tepat sangat penting, terutama berhubungan dengan ketersediaan air, curah hujan, temperatur, dan gangguan hama/penyakit.
b. Sebaiknya cabai ditanam pada bulan agak kering, tetapi air tanah masih cukup tersedia.
c. Waktu tanam yang baik juga tergantung jenis lahan, pada lahan kering pada awal musim hujan, pada lahan sawah pada akhir musim hujan sedangkan pada lahan beririgasi teknis akhir musim hujan (Maret-April) dan awal musim kemarau (Mei-Juni)
d. Sebelum tanam, garitan-garitan yang telah disiapkan diberi pupuk kandang atau kompos, dengan cara dihamparkan pada garitan. Di atas pupuk kandang atau kompos diletakkan sebagian pupuk buatan, kemudian diaduk dengan tanah.
e. Bedengan kemudian disiram dengan air sampai kapasitas lapang (lembab tapi tidak becek).
f. Dipasang mulsa plastik hitam perak dan dibuat lubang tanam.
g. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari
D. Pemulsaan
I. Penggunaan mulsa pada budidaya cabai merupakan salah satu usaha untuk memberikan kondisi lingkungan pertumbuhan yang baik.
II. Mulsa dapat memelihara struktur tanah tetap gembur, memelihara kelembaban dan suhu tanah. Juga akan mengurangi pencucian hara, menekan gulma dan mengurangi erosi tanah.
III. Mulsa plastik hitam perak dapat digunakan untuk penanaman cabai, dipasang sebelum tanam cabai.
IV. Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan hasil cabai, mengurangi kerusakan tanaman karena hama trips dan tungau, dan menunda insiden virus.
V. Penggunaan mulsa jerami setebal 5 cm (10 ton/ha) juga dapat meningkatkan hasil cabai, tetapi mulsa jerami sebaiknya digunakan pada musim kemarau, dipasang 2 minggu setelah tanam.
E. Pengapuran
1. Kemasaman (pH) tanah mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman. Pada pH netral (6,5-7,5) unsur-unsur hara tersedia dalam jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH < 6,0 ketersediaan hara P, K, Ca, S, Mg, dan Mo menurun dengan cepat. Pada pH > 8 ketersediaan hara N, Fe, Mn, Bo, Cu, dan Zn relatif sedikit.
2. Cabai mempunyai toleransi yang sedang terhadap kemasaman tanah, dapat tumbuh baik pada kisaran Ph tanah antara 5,5- 6,8.
3. Pada tanah masam (pH < 5,5) perlu dilakukan pengapuran dengan kapur pertanian atau dolomit sebanyak 1-2 ton/ha.
4. Pengapuran dilakukan 3-4 minggu sebelum tanam, dengan cara kapur disebar rata pada permukaan tanah kemudian diaduk dengan tanah.
5. Pada tanah masam disarankan tidak menggunakan terlalu banyak pupuk yang bersifat asam seperti ZA dan Urea. Pupuk N paling baik untuk tanah masam adalah Calcium Amonium Nitrat (CAN).
F. pemupukan
a. Untuk penanaman cabai pada lahan kering di dataran tinggi/medium (jenis Andosol/Latosol) adalah sebagai berikut:
1. Pemupukan dasar terdiri dari pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) atau pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha).
2. Pupuk SP-36 (300-400 kg/ha) dilakukan satu minggu sebelum tanam.
3. Pupuk susulan terdiri dari pupuk urea (200-300 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan KCl (250-300 kg/ha), diberikan 3 kali pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam masing-masing 1/3 dosis, dengan cara disebarkan disekitar lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah. Atau
b. Pupuk dasar terdiri atas pupuk kandang kuda (20-30 ton/ha) dan NPK 16-16-16 (700-1000 kg/ha), diberikan satu minggu sebelum tanam. Pupuk susulan adalah NPK 16-16-16 (300-500 kg/ha) diberikan dengan cara pupuk dilarutkan dalam air (2 gr/lt) kemudian disiramkan pada lubang tanam atau sekitar tanaman (100-200 ml/tanaman), setiap 10-14 hari, dimulai satu bulan sesudah tanam.
c. Untuk penanaman cabai pada lahan sawah di dataran rendah (jenis aluvial) pupuk kandang ayam (15-20 ton/ha) atau kompos (5-10 ton/ha) dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar satu minggu sebelum tanam. Pupuk susulan terdiri dari urea (150-200 kg/ha), ZA (400-500 kg/ha) dan KCl (150-200 kg/ha) atau pupuk NPK 16-16-16 (1 ton/ha), diberikan 3 kali pada umur 0, 1 dan 2 bulan setelah tanam masing-masing 1/3 dosis.
G. Pengairan
a) Cabai termasuk tanaman yang tidak tahan kekeringan, tetapi juga tidak tahan terhadap genangan air. Air diperlukan dalam jumlah yang cukup, tidak berlebihan atau kurang. Kelembaban tanah yang ideal 60-80% kapasitas lapang.
b) Masa kritis yaitu saat pertumbuhan vegetatif cepat, pembungaan dan pembuahan.
c) Jumlah kebutuhan air per tanaman selama pertumbuhan vegetatif 250 ml tiap 2 hari, dan meningkat jadi 450 ml tiap 2 hari pada masa pembungaan dan pembuahan
d) Sistem irigasi tetes pada lahan kering dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air dan hasil cabai.
e) Atau pengairan sistem digenang (leb) selama 15-30 menit kemudian airnya dikeluarkan dari petakan.
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA
a. Penyakit virus kuning
1. Gejala
v Dari jauh hamparan pertanaman cabai berubah dari warna hijau menjadi menguning. Warna kuning hampir mirip penyakit bulai pada jagung sehingga sebagian petani menyebutnya penyakit ”Bulai Amerika”.
v Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.
v Penyebab penyakit adalah anggota kelompok virus Gemini yang juga banyak menyerang tanaman tembakau, tomat.
v Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sbb:
ü Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
ü Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
ü Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
ü Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.
2. Pengendalian
I. Mengolah lahan dengan baik serta memberikan pupuk berimbang untuk cabai yaitu pupuk kandang 20-30 ton /ha, Urea 100-150 kg, 300-400 kg ZA, 150-200 kg TSP dan KCl 150-200 kg/ha, serta pemakaian plastik mulsa putih perak.
II. Pembibitan dengan cara penyungkupan tempat semaian dengan kain kasa atau plastik yang telah dilubangi. Dan membuat rak pembibitan setinggi lebih kurang 1 m
III. Untuk daerah yang baru terkena serangan penyakit virus kuning tanaman muda (sampai 30 hari) yang terserang segera dimusnahkan, dan disulam/diganti dengan tanaman yang sehat.
IV. Pada daerah-daerah yang telah terserang berat, tanaman muda yang terserang tidak dimusnahkan, tetapi dibuang bagian daun yang menunjukkan gejala kuning keriting dan kemudian disemprotkan pupuk daun.
V. Menanam pembatas/barrier jagung sebanyak 4-5 baris disekeliling pertanaman cabai.
VI. Memasang perangkap kuning sebanyak 40 buah/ha\
VII. Penanaman tagetes (bunga tai ayam) terutama dipinggir pertanaman cabai.
VIII. Pelepasan predator Menochillus sexmaculatus, mampu memangsa sebanyak 200-400 ekor B. tabaci per hari, 12 ekor thrips per hari, 200 ekor aphids per hari, Siklus hidup 18-24 hari, satu ekor betina menghasilkan telur sekitar 3.000 butir
b. Penyakit Antraknosa (Colletotrichum sp)
1. Gejala serangan
Ø Gejala pada buah membuat buah busuk. Penyakit dapat menginfeksi buah matang maupun buah muda.
Ø Gejala awal adalah bercak kecil seperti tersiram air, luka ini berkembang dengan cepat sampai ada yang bergaris tengah 3-4 cm. Perluasan bercak yang maksimal membentuk lekukan dengan warna merah tua coklat muda, dengan berbagai bentuk konsentrik dari jaringan stromatik cendawan yang berwarna gelap.
2. Pengendalian
Ø Pemantauan dilakukan secara berkala
Ø Bila terdapat daun/buah tanaman sakit, bagian tanaman yang sakit dimusnahkan.
Ø Pertanaman disemprot dengan fungisida seperti Antrakol dengan dosis sesuai anjuran.
c. Busuk Batang dan Busuk Daun
· Gejala
1. Infeksi pertama terjadi pada titik tumbuh, bunga dan pucuk daun, kemudian menyebar ke bagian bawah tanaman.
2. Pucuk daun berubah warna dari hijau muda menjadi warna coklat, lalu hitam dan akhirnya membusuk.
3. Busuk ini merata menuju ke bagian bawah tanaman dan menyerang kuncup bunga yang lain, sehingga seluruh bagian atas tanaman terkulai.
4. Batang yang terserang menjadi busuk kering, kulitnya mudah terkelupas, akhirnya tanaman mati.
5. Dalam kondisi kelembaban tinggi terbentuk bulu-bulu berwarna hitam yang muncul dari jaringan yang terinfeksi cendawan.
· Pengendalian
a. Sanitasi lapangan dengan cara memusnahkan sisa-sisa tanaman yang terinfeksi dan gulma yang bersifat inang
b. Rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang, seperti dari padi-padian dan palawija
c. Pengendalian serangga inang yang dapat menularkan dari satu tanaman ke tanaman lain
d. Mengatur waktu tanam yaitu dengan tidak menanam cabain merah pada musim hujan dengan curah hujan tinggi.
e. Mengurangi kerapatan tanaman dengan cara mengatur jarak tanam
f. Memperbaiki drainase lahan.
g. Menggunakan fungisida yang cocok untuk cendawan antara lain fungisida sistemik Acelalamine, Dimethomorp, Propamocarb, Oxadisil, dan pemakaian fungisida kontak Klorotalonil.
h. Pemberian fungisida dilakukan secara bergilir
· Hama
a. Thrips (Thrips parvispinus)
Warna tubuh nimfa kuning pucat, dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Terdapat 105 jenis tanaman yang dapat menjadi inangnya antara lain tembakau, kopi, ubi jalar, klotalaria dan kacang-kacangan. Thrips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat umumnya terjadi pada musim kemarau
b. Gejala
Permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87%.
c. Pengendalian
1. Pemantauan dilakukan pada 10-20 tanaman cabai secara berkala (5 hari sekali)
2. Bila ditemukan populasi 5-10 Thrips/daun muda perlu dikendalikan dengan pestisida seperti pegasus, mesural sesuai dosis anjuran.
3. Memasang perangkap kuning di pertanaman cabai sebanyak 40 buah/ha
d. Lalat Buah (Bactrocera dorsalis)
Tanaman yang seringkali diserang oleh larva lalat buah diantaranya adalah belimbing, mangga, nangka, rambutan, melon, dan semangka, cabai, jeruk, jambu, pisang susu dan pisang raja sere.
a. Gejala Serangan
Gejala serangan pada buah yang terinfestasi lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositornya. Rata-rata tingkat serangan lalat buah pada cabai berkisar antara 20-25%. Gambar 13. Gejala serangan hama lalat buah
b. Pengendalian
Memasang perangkap methil eugenol (ME) sebanyak 50-100 buah/ha, pada saat tanaman berbunga. Lalat buah yang tertangkap kemudian dimusnahkan.
PANEN DAN PASCA PANEN
a. Panen
1. Cabai merah dapat di panen pertama kali pada umur 70-75 hari setelah tanam untuk dataran rendah.dan pada umur 4-5 bulan untuk dataran tinggi, dengan interval panen 3-7 hari.
2. Buah rusak yang disebabkan oleh lalat atau antraknose segera dimusnahkan.
3. Buah yang akan dijual segar dipanen matang. Buah yang dikirim untuk jarak jauh dipanen waktu buah matang hijau. Buah yang akan dikeringkan dipanen setelah matang penuh.
4. Sortasi dilakukan untuk memisahkan buah cabai merah yang sehat, bentuk normal dan baik.
5. Kemasan diberi lubang angin yang cukup atau menggunakan karung jala.
6. Tempat penyimpanan harus kering, sejuk dan cukup sirkulasi udara.
B. Pasca Panen
1. Pengeringan
Secara garis besar pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dapat dilakukan dengan penyinaran matahari langsung misalnya dengan penyinaran atau pemanfaatan energi panas. Beberapa cara pengeringan sebagai berikut:
1. Cara petani:
Pengeringan yang umumnya digunakan oleh petani adalah dengan menggunakan lantai semen atau pasangan batu bata yang diplester. Selain cara tersebut pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan rak-rak yang dibuat dari kayu atau anyaman bambu. Pengeringan cara petani mempunyai keuntungan tidak memerlukan bahan bakar sehingga biaya pengeringan murah, memperluas kesempatan kerja dan sinar matahari mampu menembus ke dalam jaringan sel bahan. Sedangkan kerugiannya antara lain: suhu pengeringan dan kelembaban tidak dapat dikontrol, hanya berlangsung bila ada sinar matahari.
2. Pengeringan buatan:
Pengeringan buatan dengan energi matahari pada prinsipnya sinar matahari digunakan sebagai pengganti sumber panas dari bahan bakar pada saat pengeringan. Pengeringan buatan berbentuk seperti lemari dengan dinding terbuat dari plastik dan rangka terbuat dari kayu. Jumlah rak disesuaikan dengan besar dan ukuran alat pengering. Rancangan alat pengering terdiri dari tiga bagian yaitu cerobong, ruang pengering, dan kolektor. Kolektor terdiri dari isolator yang terbuat dari seng bergelombang, yang berfungsi sebagai pengubah sinar matahari menjadi sumber panas.
Keuntungan pengeringan buatan adalah: (1) tidak perlu dijaga dari gangguan hujan dan gangguan hewan peliharaan, (2) tidak perlu diangkat (dibongkar) sebelum kering.
3. Pengeringan dengan oven
Alat ini mengunakan sumber panas dari tenaga listrik. Cabai merah dapat dikeringkan dalam bentuk utuh atau dibelah. Cabai merah yang dibelah pengeringannya lebih cepat dibandingkan dengan cabai yang dikeringkan utuh. Pengeringan dengan oven dapat dilakukan pada suhu 60o C selama 20-25 jam. Untuk menjaga agar warna cabai merah tetap baik, setelah dibelah cabai segera dikeringkan. Cara lain adalah direndam dalam larutan bisulfit (Natrium Sulfit/ Natrium Metabisulfit) 0,2 % selama 5-10 menit.
4. Saus Cabai Merah
a) Pilih cabai merah yang warna merahnya seragam. Cabai yang berwarna hijau atau merah kehijauan tidak dianjurkan digunakan dalam pembuatan saus cabai, karena akan menyebabkan saus cabai menjadi kecoklat-coklatan.
b) Setelah dibuang tangkainya, cabai merah dicuci bersih lalu dikukus sampai matang. Lama pemanasan tergantung pada banyaknya cabai merah yang dikukus. Setelah matang cabai merah digiling bersama bumbu-bumbu yang terdiri dari: bawang merah 1%, bawang putih 1%, berdasarkan berat bahan kedua bumbu tersebut ditambahkan bersama cabai pada saat cabai dihancurkan sampai diperoleh bubur cabai.
c) Selanjutnya bubur cabai dipanaskan dan ditambahkan gula 6%, garam 2%, dan cuka 0,25% (berdasarkan berat bahan), semua bahan dipanaskan. Saus cabai yang telah dimasak dimasukan dalam botol, lalu dilakukan pasteurisasi selama 30 menit.
5. Tepung Cabai
1. Pilih cabai yang sehat dan berwarna merah yang seragam.
2. Dilakukan pemanasan awal (blansing) 7-10 menit lalu dikeringkan menggunakan oven atau alat pengering dengan energi surya.
3. Setelah kering diangkat dan digiling sampai halus.
4. Dikemas dengan pengemasan yang ideal seperti dengan botol kaca atau polyethylene yang tidak mudah menyerap uap air. Simpan ditempat yang kering.
5. Sebagai tambahan: cabai kering yang telah dibuat tepung dapat dicampur dengan rempah-rempah lainnya dan dapat digunakan sebagai bumbu siap pakai.